ETIKA (ADAB) BERPAKAIAN DAN BERHIAS


ETIKA (ADAB) BERPAKAIAN DAN BERHIAS
doa mengenakan pakaian
Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda kepada salah seorang shahabatnya di saat beliau melihatnya mengenakan pakaian jelek : "Apabila Allah Tabaroka wata'ala mengaruniakan kepadamu harta, maka tampakkanlah bekas ni`mat dan kemurahan-Nya itu pada dirimu. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Pakaian harus menutup aurat, yaitu longgar tidak membentuk lekuk tubuh dan tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di baliknya.

Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya. Karena hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan: "Rasulullah melaknat (mengutuk) kaum laki-laki yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria." (HR. Al-Bukhari).Tasyabbuh atau penyerupaan itu bisa dalam bentuk pakaian ataupun lainnya.

Pakaian tidak merupakan pakaian show (untuk ketenaran), karena Rasulullah Shalallallahu ‘alaii wa sallam telah bersabda: "Barang siapa yang mengenakan pakaian ketenaran di dunia niscaya Allah akan mengenakan padanya pakaian kehinaan di hari Kiamat." ( HR. Ahmad, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Pakaian tidak boleh ada gambar makhluk yang bernyawa atau gambar salib, karena hadits yang bersumber dari Aisyah Radhiallaahu 'anha menyatakan bahwasanya beliau berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan pakaian yang ada gambar salibnya melainkan Nabi menghapusnya". (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).

Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa. Karena hadits yang bersumber dari Ali Radhiallaahu 'anhu mengatakan: "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  pernah membawa kain sutera di tangan kanannya dan emas di tangan kirinya, lalu beliau bersabda: Sesungguhnya dua jenis benda ini haram bagi kaum lelaki dari umatku". (HR. Abu Daud dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Pakaian laki-laki tidak boleh panjang melebihi kedua mata kaki. Karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda : "Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka" (HR. Al-Bukhari). Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menutup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya. Adalah haram hukumnya orang yang menyeret (meng- gusur) pakaiannya karena sombong dan bangga diri. Sebab ada hadits yang menyatakan : "Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena sombong". (Muttafaq ‘alaih).

Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya. Aisyah Radhiallaahu 'anha di dalam haditsnya berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam suka bertayammun (memulai dengan yang kanan) di dalam segala perihalnya, ketika memakai sandal, menyisir rambut dan bersuci”. (Muttafaq ‘alaih).

Disunnatkan kepada orang yang mengenakan pakaian baru membaca :
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ كَسَانِيْ هَذَا الثَّوْبِ وَ رَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَ لَا قُوَّةٍ
"Segala puji bagi Allah yang telah menutupi aku dengan pakaian ini dan mengaruniakannya kepada-ku tanpa daya dan kekuatan dariku". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih, karena hadits mengatakan: "Pakailah yang berwarna putih dari pakaianmu, karena yang putih itu adalah yang terbaik dari pakaian kamu ..." (HR. Ahmad dan dinilah shahih oleh Albani).

Disunnatkan menggunakan farfum bagi laki-laki dan perempuan, kecuali bila keduanya dalam keadaan berihram untuk haji ataupun umrah, atau jika perempuan itu sedang berihdad (berkabung) atas kematian suaminya, atau jika ia berada di suatu tempat yang ada laki-laki asing (bukan mahramnya), karena larangannya shahih.

Haram bagi perempuan memasang tato, menipiskan bulu alis, memotong gigi supaya cantik dan menyambung rambut (bersanggul). Karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam di dalam haditsnya mengatakan: "Allah melaknat (mengutuk) wanita pemasang tato dan yang minta ditatoi, wanita yang menipiskan bulu alisnya dan yang meminta ditipiskan dan wanita yang meruncingkan giginya supaya kelihatan cantik, (mereka) mengubah ciptaan Allah". Dan di dalam riwayat Imam Al-Bukhari disebutkan: "Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya". (Muttafaq'alaih).

Tulisan ini diambil dari buku Etika Seorang Muslim, Departemen Ilmiah Darul Wathan, Jakarta : Dar al-Haq, 2005, Tarjamah dari Adab al-Muslim fi al-Yaum wa al-Lailah oleh : Musthafa Aini, Lc

 

Etika (Adab) Buang Hajat


ETIKA (ADAB) MEMBUANG HAJAT
doa masuk dan keluar kamar mandi
Segera membuang hajat. Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani.

Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat). berdasarkan hadits yang bersumber dari al-Mughirah bin Syu`bah Radhiallaahu 'anhu disebutkan " Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila pergi untuk buang air (hajat) maka beliau menjauh". (Diriwayatkan oleh empat Imam dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
Menghindari tiga tempat terlarang, yaitu aliran air, jalan-jalan manusia dan tempat berteduh mereka. Sebab ada hadits dari Mu`adz bin Jabal Radhiallaahu 'anhu yang menyatakan demikian.

Tidak mengangkat pakaian sehingga sudah dekat ke tanah, yang demikian itu supaya aurat tidak kelihatan. Di dalam hadits yang bersumber dari Anas Radhiallaahu 'anhu ia menuturkan: "Biasanya apabila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam hendak membuang hajatnya tidak mengangkat (meninggikan) kainnya sehingga sudah dekat ke tanah. (HR. Abu Daud dan At-Turmudzi, dinilai shahih oleh Albani).

Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah kecuali karena terpaksa. Karena tempat buang air (WC dan yang serupa) merupakan tempat kotoran dan hal-hal yang najis, dan di situ setan berkumpul dan demi untuk memelihara nama Allah dari penghinaan dan tindakan meremehkannya.

 Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat, berdasarkan hadits yang bersumber dari Abi Ayyub Al-Anshari Radhiallahu'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Apabila kamu telah tiba di tempat buang air, maka janganlah kamu menghadap kiblat dan jangan pula membelakanginya, apakah itu untuk buang air kecil ataupun air besar. Akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat". (Muttafaq'alaih).Ketentuan ini berlaku apabila di ruang terbuka saja. Adapun jika di dalam ruang (WC) atau adanya pelindung / penghalang yang membatasi antara si pembuang hajat dengan kiblat, maka boleh menghadap ke arah kiblat.

Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir), karena hadits yang bersumber dari Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu buang air kecil di air yang menggenang yang tidak mengalir kemudian ia mandi di situ".(Muttafaq'alaih).

Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan, karena hadits yang bersumber dari Abi Qatadah Radhiallaahu 'anhu menyebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan sekali-kali seorang diantara kamu memegang dzakar (kemaluan)nya dengan tangan kanannya di saat ia kencing, dan jangan pula bersuci dari buang air dengan tangan kanannya." (Muttafaq'alaih).

Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk, tetapi boleh jika sambil berdiri. Pada dasarnya buang air kecil itu di lakukan sambil duduk, berdasarkan hadits `Aisyah Radhiallaahu 'anha yang berkata: Siapa yang telah memberitakan kepada kamu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam kencing sambil berdiri, maka jangan kamu percaya, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam tidak pernah kencing kecuali sambil duduk. (HR. An-Nasa`i dan dinilai shahih oleh Al- Albani). Sekalipun demikian seseorang dibolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencingnya dan aman dari pandangan orang lain kepadanya. Hal itu karena ada hadits yang bersumber dari Hudzaifah, ia berkata: "Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam (di suatu perjalanan) dan ketika sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau buang air kecil sambil berdiri, maka akupun menjauh daripadanya. Maka beliau bersabda: "Mendekatlah kemari". Maka aku mendekati beliau hingga aku berdiri di sisi kedua mata kakinya. Lalu beliau berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya." (Muttafaq alaih).

 Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Umar Shallallaahu 'alaihi wa sallam diriwayatkan: "Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam. sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya. (HR. Muslim).

Makruh bersuci (istijmar) dengan mengunakan tulang dan kotoran hewan, dan disunnatkan bersuci dengan jumlah ganjil. Di dalam hadits yang bersumber dari Salman Al-Farisi Radhiallaahu 'anhu disebutkan bahwasanya ia berkata: "Kami dilarang oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam beristinja (bersuci) dengan menggunakan kurang dari tiga biji batu, atau beristinja dengan menggunakan kotoran hewan atau tulang. (HR. Muslim).Dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda: " Barangsiapa yang bersuci menggunakan batu (istijmar), maka hendaklah diganjilkan."

Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu 'anhu diriwayatkan bahwa ia berkata: "Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila masuk ke WC mengucapkan :
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَ الْخَبَائِثِ
 "Allaahumma inni a'udzubika minal khubusi wal khabaaits" Artinya, "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina".
Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan :
غُفْرَانَكَ
"Ghufraanaka" (ampunan-Mu ya Allah).

Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat. Di dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah ra. diriwayatkan bahwasanya "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam menunaikan hajatnya (buang air) kemudian bersuci dari air yang berada pada sebejana kecil, lalu menggosokkan tangannya ke tanah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Tulisan ini diambil dari buku Etika Seorang Muslim, Departemen Ilmiah Darul Wathan, Jakarta : Dar al-Haq, 2005, Tarjamah dari Adab al-Muslim fi al-Yaum wa al-Lailah oleh : Musthafa Aini, Lc
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Istimroor - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger