Latest Post

PUASA SYAWAL

PUASA SYAWAL

PUASA SUNAH 6 HARI DI BULAN SYAWAL

 Alhamdulillah Ramadhan telah berlalu. Ada rasa bahagia dalam hati kita karena kita telah berhasil menyelesaikan Ramadhan, namun ada pula kesedihan bagi kita karena bulan penuh berkah, bulan penuh rahmat, belan penuh ampunan Allah Ta’ala telah pergi meninggalkan kita.

Ada rasa bahagia kita telah berhasil menjalankan ibadah puasa dan ibadah ibadah di bulan Ramadhan yang lainnya, namun juga ada kecemasan apakah ibadah ibadah tersebut diterima oleh Allah Ta’ala. Ada kecemasan apakah ibadah di bulan puasa kita mengantarkan kita menjadi hamba-hamba yang semakin dekat dengan Allah Ta’ala? Ada kekawatiran apakah kita sudah menjadi hamba-hamba Allah yang bertakwa, sebagai mana tujuan puasa kita la’allakum tattaqun?

            Ya, kita tidak tahu apakah amalan kita diterima atu tidak oleh Allah Ta’ala. Tidak ada tanda khusus yang dapat memastikan bahwa Allah menerima amalan hambanya. Akan tetapi, para ulama telah memberitahukan kepada kita salah satu indikasi keberhasilan amalan ketaatan kita adalah ketaatan kita akan membuahkan ketaatan-ketaatan yang lain, ketaatan kita pada Allah menjadikan kita mudah untuk melanjutkan ketaatan-ketaatan selanjutnya.

Oleh karena itu saya mengajak kepada diri saya serta kita semua untuk mengerjakan puasa sunah enam hari di bulan syawal. Puasa yang sangat besar keutamaannya. Bila kita bisa mengerjakannya kita akan mendapatkan pahala berpuas satu tahun penuh tanpa berhenti. masyaAllah pahal yang begitu besar dari Allah Ta’ala sebagaimana hadis berikut,

Dari Abu Ayyub al-Anshory radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah sholallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، ‌ثُمَّ ‌أَتْبَعَهُ ‌سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian ia ikuti dengan puasa enam hari di bulan syawal, maka ia seperti berpuasa selama setahun penuh.” (HR Muslim 1164)

Marilah kita mengerjakannya, semoga Allah memudahkan kita dalam mengerjakannya. Semoga kemudahan kita dalam  menjalankan puasa ini sebagai kabar gembira bagi kita bahwa puasa Ramadhan membuahkan kemudahan bagi kita dalam menjalankan puasa-puasa sunah setelahnya. Selalu berjuanglah dalam ibadah dengan penuh Cinta, Khouf dan Raja’ (berharap) pada Allah Ta’ala.

 

Syarat Laa Ilaaha Illallah (bagian 8), Mengingkari Thoghut

Syarat Laa Ilaaha Illallah (bagian 8), Mengingkari Thoghut.

Adapun Syarat kedelapan: mengingkari thaghut, yaitu sesembahan selain Allah dan beriman kepada Allah baik sebagai Rabb, Khaliq maupun sebagai sesembahan yang haq.

Allah Ta’ala berfirman:

قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang mengingkari thoghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 256)

عن طريق بن أشيم رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : (( من قال لا إله إلا الله و كفر بما يعبد من دون الله حرم ماله و دمه و حسابه على الله ))

Dari Thoriq Bin Asyyam -radhiyallahu ‘anhu- dia berkata: "Aku telah mendengar Rasulullah -Sholallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah dan mengingkari sesembahan-sesembahan selain Allah maka haramlah darah dan hartanya (tidak boleh dibunuh dan diambil hartanya tanpa hak), dan hisabnya (diserahkan) kepada Allah.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Laa Ilaaha Illallaah mengumpulkan antara penafian dan penetapan. “Laa Ilaaha” لا إله : menafikan (meniadakan) semua sesembahan selain Allah; Illallah إلا الله  : menetapkan peribadahan hanya kepada Allah tidak ada sekutu bagi-Nya.

Kedelapan syarat ini terkumpul di dalam kedua bait berikut ini:

علم يقين وإخلاص وصدقك مع
محبة وانقياد والقبول لها

وزيد ثامنها الكفران منك بما
سوى الإله من الأشياء قد أُلِها

Ilmu, keyakinan, keikhlasan dan kejujuran beserta kecintaan, ketundukan dan penerimaan terhadapnyadan ditambah yang kedelapan pengingkaranmu dari perkara-perkara yang disembah selain Allah.

Tentang pembahasan syarat laa ilaaha Illallah ini merujuklah ke kitab Ma’arijul Qobul dengan syarah Sullamul Wushul ila ‘ilmil ushul fit Tauhid yang dikarang oleh Syeikh Hafidz bin Ahmad Hakami (2/418-424) dan Ad-Durusul Muhimmah li’ammatyil Ummah yang dikarang oleh Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -rahimahullah- pada pelajaran yang kedua.

Adapun pembahasan syarat-syarat ini telah disampaikan pada pembahasan Makna Laa Ilaaha Illallah, yaitu dari Al-Qoulul Mufid, Penjelasan Tentang Tauhid, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al- Wushoby.

 

 

Syarat Laa Ilaaha Illallaah (bagian 7) kecintaan (al-Muhabbah), المحبة

Syarat Laa Ilaaha Illallaah (bagian 7) kecintaan (al-Muhabbah), المحبة

Syarat yang ketujuh adalah mencintai kalimat yang agung dan penuh barakah ini, mencintai konsekuensinya, dan mencintai para pengucapnya yang beramal dengannya yang menetapi syarat syaratnya, serta membenci perkara-perkara yang berlawanan dengannya.

Allah Ta’ala berfirman;

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta pada Allah.” (QS Al-Baqarah : 165)

Allah Ta’ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. . .” (QS al-Maidah: 54)

Dari Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- dia berkata: Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان

أن يكون الله و رسوله أحب إليه مما سواهما

و أن يحب المرء لا يحبه إلا لله

و أن يكره أن يعود في الكفر بعد إذ أنقذه الله منه كما يكره أن يقذف في النار

            “Tiga perkara yang barang siapa ketiga perkara tersebut ada pada dirinya, maka dia akan merasakan manisnya iman, yaitu (1)Allah dan rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya,(2) dia mencintai seseorang tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan (3)ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke neraka." (HR al-Bukhori dan Muslim)

Penganut Laa Ilaaha Illallah mereka mencintai Allah dengn kecintaan yang murni. Sedangkan penganut kesyirikan mereka mencintai Allah dan juga mencintai selainNya, hal ini menafikan laa ilaaha illallah.

 

Syarat Laa Ilaaha Illallah (Bagian 6) Al-Ikhlash, الإخلاص

 Syarat Laa Ilaaha Illallah (Bagian 6) Al-Ikhlash, الإخلاص

Adapun syarat yang keenam adalah al-Ikhlas, keikhlasan yang menafikan (meniadakan) kesyirikan, kemunafikan, riya’ dan sum’ah.

Ikhlas yaitu memurnikan amalan dengan niat yang baik dan bersih dari kotoran syirik.

Allah Ta’ala berfirman:

فَاعْبُدِ اللّٰهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّيْنَۗ

“Maka beribadahlah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya,

 (QS. az-Zumar: 2)

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ

“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali agar mereka beribadah hanya kepada Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya . . ."(QS.  al-Bayyinah: 5)

 

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : (( أسعد الناس بشفاعتي يوم القيامة من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه ))

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- beliau berkata: Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda; “Orang yang paling Bahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah ikhlas/tulus dari hatinya.” (HR al-Bukhori)

Dari Utsman bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- dia berkata; Rasulullah -sholallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

فإن الله حرم على النار من قال لا إله إلا الله يبتغي بذلك وجه الله

“Sesungguhnya Allah mengharamkan (kekekalan) di dalam neraka bagi orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah dalam keadaan menharapkan wajah Allah (ikhlas karena Allah).” HR al-Bukhoridan Muslim.

 

 

 

 

 

Syarat Laa Ilaaha Illallaah (bagian 5) Ash-Shidqu ( الصدق )

 Syarat Laa Ilaaha Illallaah (bagian 5) Ash-Shidqu ( الصدق )

Adapun syarat Laa Ilaaha Illallah yang kelima adalah ash-Shidqu, kejujuran yang menafikan (meniadakan) kedustaan.

Hendaknya seseorang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah seraya membenarkan dalam hatinya. Jika dia mengucapkan dengan lisannya tanpa ada pembenaran dalam hatinya maka dia adalah seorang munafik lagi pendusta.

Allah Ta’ala berfirman:

الۤمّۤ ۗ

اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْٓا اَنْ يَّقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللّٰهُ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكٰذِبِيْنَ

“Alif Lam Mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (begitu saja) mengatakan, “Kami telah beriman,” sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sungguh Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS al-Ankabut: 1-3)

Allah Ta’ala berfirman :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَبِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِيْنَۘ

يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۚ وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَۗ

فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًاۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ۢ ەۙ بِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ

“Dan di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, disebabkan kedustaan yang mereka lakukan.” (Qs. Al-Baqarah : 8-10)

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ((ما من عبد يشهد أن لا إله إلا الله و أن محمدا رسول الله صدقا من قلبه إلا حرمه الله على النار))

Dari Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- dia berkata: Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda: “Tidaklah seseorang yang bersaksi bahwasannya tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwasannya Muhammad adalah Rasulullah secara jujur dari hatinya kecuali Allah akan mengharamkan (dia kekal di dalam) neraka. (HR al-Bukhori dan ini lafal beliau, dan Muslim)

 

 

Syarat Laa Ilaaha Illallaah (bagian 4), Al-Inqiyad (الانقياد)

 Syarat Laa Ilaaha Illallaah (bagian 4), Al-Inqiyad (الانقياد)

Adapun syarat yang keempat adalah : Al-Inqiyad, tunduk dan patuh terhadap konsekuensi kalimat Laa Ilaaha Illallah, yang menafikan (meniadakan) sikap meninggalkan konsekuensinya.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يُّسْلِمْ وَجْهَهٗٓ اِلَى اللّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰىۗ

“Dan barangsiapa berserah diri (tunduk) kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan (muwahhid, orang yang bertauhid), maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh (Laa Ilaaha Illallaah), . . . (QS Luqman: 22)

Makna “berserah diri” ( يُّسْلِمْ وَجْهَهٗٓ ) adalah “tunduk.”

Makna “sedang dia orang yang berbuat kebaikan,” ( وَهُوَ مُحْسِنٌ ) yaitu seorang muwahhid (orang yang mengesakan Allah dalam beribadah kepada-Nya).

Makna “buhul tali yang kokoh” ( الْعُرْوَةِ الْوُثْقٰىۗ ) adalah “Laa Ilaaha Illallaah

Allah Ta’ala berfirman:

وَاَنِيْبُوْٓا اِلٰى رَبِّكُمْ وَاَسْلِمُوْا لَهٗ مِنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُوْنَ - ٥٤

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS Zumar 39 : 54)

عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما مرفوعا : (( لا يؤمن أحدكم حتى يكون هواه تبعا لما جئت به))

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash secara marfu’: “Tidaklah beriman seorang diantara kamu hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang kubawa(ajaranku).”

Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Arba’in hadits ke 41: “Hadits hasan shahih, telah kami riwayatkan dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad shahih.” Hadits ini disahihkan oleh Syeikh Al-Hafidz Hakami dalam kitabnya Ma’arijul Qobul (2/422). Ibnu Katsir pun telah berhujjah denganya dalam tafsir ayat:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗوَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ - ٣٦

“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab : 36)

 

 

 

Syarat Laa Ilaaha Illallaah (bagian 3) Al-Qobul

 Syarat Laa Ilaaha Illallaah (bagian 3) Al-Qobul

Syarat yang ketika adalah al-Qobul, menerima konsekuensi kalimat ini baik degan hati maupun lisan, yang menafikan penolakan.

Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّهُمْ كَانُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ يَسْتَكْبِرُوْنَ ۙ

وَيَقُوْلُوْنَ اَىِٕنَّا لَتَارِكُوْٓا اٰلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُوْنٍ ۗ

“Sungguh dahulu apabila dikatakan kepada mereka, “La ilaha illallah” (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, “Apakah kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami karena seorang penyair gila?” (QS. Ash-Shofat : 35-36)

عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : (( . . . . فذلك مثل من فقه في دين الله و نفعه بما بعثني الله به من الهدى و العلم فعلم و علم و مثل من لم يرفع بذلك رأسا و لم يقبل هدى الله الذي أرسلت به)).

Dari Abu Musa al-Asy’ari dia berkata: Rasulullah -Sholallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “. . . maka itu adalah permisalan orang yang memahami agama Allah; dia mengambil manfaat dan memberi manfaat (kepada orang lain) dengan petunjuk dan ilmu yang dengannya Allah mengutusku, maka dia telah mengilmui dan mengajarkan ilmu tersebut. (Beda permisalannya) dengan orang yang tidak peduli terhadap semua itu dan tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus.” (HR al-Bukhori : 79 dan Muslim : 2282)

 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Istimroor - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger