Bismillah wa al-Hamdu Lillah
Tafsir
secara bahasa merupakan bentuk masdar dari fassara, yufassiru
yang berarti waḍḍaha yuwaḍḍihu[1]
ataupun abȃna yubīnu[2]
yang berarti menjelaskan. Kata tersebut berasal dari kata fasara yafsiru
ataupun fasara yufsira fasran yang bermakna al-kasyfu
al-mugaṭṭī[3]
yang berarti membuka sesuatu yang tertutup. Sedangkan makna dari tafsīr
adalah kasyfu al-murȃd ‘an al-lafẓi al-musykil yang berarti
membuka maksud dari lafadz yang belum jelas.[4]
Adapun
menurut istilah tafsir menurut al-‘Utsaimin adalah penjelasan makna-makna
al-Qur’an.[5]
Sedangkan menurut al-Zarkasyi tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami
al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, juga untuk memahami
makna-maknanya dan mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang ada di
dalamnya.[6]
Berdasarkan
pengertian di atas maka jelaslah bahwa tafsir al-Qur’an adalah hal yang sangat
penting dalam Islam. Hal ini dikarenakan al-Qur’an merupakan sumber pokok dari
ajaran Islam dan seseorang tidak dapat memahaminya tanpa mengetahui makna-makna
yang terkandung di dalamnya, ataupun seseorang tidak dapat mengetahui
hukum-hukum yang ada di dalamnya tanpa memahami apa maksud dari lafadz yang ada
di dalamnya. Allah SWT berfirman :
كِتَابٌ
أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو
الْأَلْبَابِ [ص : 29]
“ Ini adalah sebuah Kitab
yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.”
( Shad (38):29).
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ
الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
[محمد : 24]
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al
Quran ataukah hati mereka terkunci?” (Muhammad (47) : 21)
Pada ayat yang pertama di atas Allah
menjelaskan bahwa hikmah diturunkannya al-Qur’an adalah agar supaya manusia
mentadaburi ayat-ayat yang ada di dalamnya. Sedangkan pada ayat yang kedua
Allah mencela orang-orang yang tidak mau mentadaburi al-Qur’an. Sedangkan
seseorang tidak dapat memtadaburi al-Qur’an tanpa mengetahui maksud-maksud dari
lafadz-lafadz al-Qur’an, maka jelaslah bahwa tafsir al-Qur’an sagat penting
adanya.
Selanjutnya, dalam menafsirkan
al-Qur’an dikenal beberapa metode penafsiran.
Metode inilah yang natinya digunakan oleh seorang penafsir untuk
mengarahkan penafsiran yang dilakukannya. Hal ini diperlukan supaya penafsiran
yang dilakukan akan lebih terarah, sistematis dan tidak menyimpang dari tujuan
awalnya atau bahkan mengakibatkan seorang penafsir melakukan penafsiran yang
menyimpang dari maksud al-Qur’an yang sebenarnya[7] sehingga dapat menyesatkan
banyak manusia. Oleh karena itu metode penafsiran harsus dimiliki oleh seorang
penafsir.[8]
Ada beberapa metode penafsiran yang
digunakan dalam penafsiran al-Qur’an. Setiap metode penafsiran tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena itu penafsirlah
yang menentukan metode mana yang akan digunakannya untuk melakukan penafsiran
sesuai kebutuhan penafsiran yang dilakukannya. Metode-metode itu adalah sebagai
berikut[9] :
1.
Metode Ijmȃli (Global)
Metode ijmȃli adalah metode yang digunakan untuk
menafsirkan al-Qur’an secara ringkas ayat perayat dengan bahasa yang ringkas
dan sederhana. Pembaca penafsiran ini akan merasa masih membaca mushaf
al-Qur’an asli walaupun sebenarnya adalah penafsirannya. Penafsiran dilakukan
sesuai dengan susunan mushaf.[10]
Kelebihan metode ini adalah :
a.
Praktis dan mudah difahami
b.
Bebas dari penafsiran isrȃiliy ȃt.
c.
Akrab dengan bahasa al-Qur’an[11]
Kekurangan metode ini adalah :
a.
Menjadikan petunjuk al-Qur’an
bersifat parsial
b.
Tidak ada ruang untuk mengemukakan
analisis yang memadai.[12]
2.
Metode Analistis (Tahlīlī)
Metode
analistis adalah metode penafsiran al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek
yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan (sebab turun ayat,
kesesuaian ayat dengan ayat yang lain, makna-makana kandungannya) sesuai dengan
keahlian dan kecenderungan penafsir.[13]
Kebihan metode ini adalah :
a.
Ruang lingkupnya luas.
b.
Dapat memuat berbagai macam ide.
Kekurangan dari metode ini :
a.
Menjadikan petunjuka la-Qur’an
parsial.
b.
Malahirkan penafsiran yang
subjektif.
3.
Metode Komparatif (Maqȃrin)
Metode
komparatif adalah metode yang digunakan utnuk menafsirkan al-Qur’an dengan
membandingkan
a.
Teks/ayat-ayat al-Qur’an yang
memiliki persamaan atau kemiripan redakasi dalam satu kasus atau lebih, ataupun
yang berbeda redaksi dalam satu kasus yang sama.
b.
Al-Qur’an dan hadis yang dipandang
bertentangan.
c.
Pendapat di antara dua atau lebih
ahli tafsir mengenai penafsiran suatu ayat ataupun dalam permasalahan tertentu.[14]
Kelebihan metode ini adalah :
a.
Memberikan wawasan penafsiran yang
relatif lebih luas bagi para pembaca dari metode-metode yang lain.
b.
Membuka pintu untuk bersikap
toleran atas pendapat-pendapat yang berbeda mengenai suatu permasalahan.
c.
Mendorong seorang penafsir untuk
mengkaji penafsiran-penafsiran ulama lain mengenai suatu ayat ataupun dalam
suatu permasalahan.[15]
Kekurangan dari metode ini adalah :
a.
Penafsiran dengan metode ini tidak
cocok untuk pemula
b.
Penafsirannya kurang dapat
memecahkan permasalahan yang ada ataupun sedang dihadapi.
c.
Cenderung hanya melihat
penafisran-penafsiran ulama terdahulu sehingga tidak menghasilkan
penafsiran-penafsiran baru. [16]
4.
Metode Tematik (Mauḍȗ’ī)
Adalah metode penafsiraan al-Qur’an
berdasarkan tema atau pembahasan tertentu dengan membahas secara mendalam
dengan memperhatikan berbagai macam aspek yang ada (asbabun nuzul, hadis-hadis
yang berkaitan, pendapat para ulama, dll).[17]
Dalam menerapkan metode ini ada
beberpa langkah-lagkah yang perlu dilakuakan sbb:
a.
Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan
dengan tema ataupun judul yang akan di bahas berdasarkan waktu turunnya ayat.
b.
Menelusuri sebab-sebab turunnya
ayat yang telah dihimpun.
c.
Meneliti dengan cermat semua kata
atau kalimat yang dipakai dalam ayat tersebut, terutama kosa kata yang menjadi pokok permasalahan di dalama ayat.
Kemudian mengkaji kosa kata tersebut dari berbagai macam aspek seperti bahasa,
budaya, sejarah, kata ganti, dsb.
d.
Mengkaji pemahaman ayat-ayat
tersebut dari pemahaman berbagai aliran dan pendapat para penafsir.
e.
Semua yang telah disebutkan di atas
dikaji secara tuntas dan teliti dengan menggunakan penalaran yang objektif
melalui kaidah-kaidah tafsir yang mu’tabar serta didukung fakta ataupun
argumen-argumen yang jelas.
Kelebihan metode ini adalah :
a.
Menjawab tantangan zaman
b.
Praktis dan sistematis
c.
Dinamis
d.
Membuat pemahaman menjadi utuh.[18]
Kekurangan dari metode ini adalah :
a.
Memenggal ayat al-Qur’an.
b.
Membatasi pemahaman ayat.[19]
Begitulah metode-metode penafsiran yang ada. untuk lebih detailnya bisa dilihat pada buku2 yang ada dalam footnote berikut. Wallahu a'lam.
[1] Majma’
al-Lugah al-‘Arabiyah, Jumhȗriyah Misr al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasiṭ Cet.
5(Mesir : al-Maktabah al-Syurȗq al-Dauliyah, 2011), h.712
[2] Ibnu
al-Mandzȗr, Lisȃn al-‘Arb (Kairo : Dȃr al-Hadīs, 2003), VII : 101
[3] Ibid .
[4] Ibid.
[5] Muhammad
Shȃlih al-‘Utsaimīn, Ushȗl fī al-Tafsīr, Cet.1(tt : al-Maktabah
al-Islamī, 2001), h.23
[6] Mannȃ’ al-Qaṭṭȃn,
Mabȃhiṡ fī ‘Ulȗm al-Qur’an
(al-Riyaḍ : Mansȗrah al-‘Ashr al-Hadīṡ,1990), h. 324
[7]
Rachmat
Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung : Pustaka Setia), h.214
[8] Nashruddin
Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2005), h. 2
[9] Pembagian yang
diambil penulis adalah pembagian yang dilakukan oleh Nashruddin Baidan, Ibid.
[10] Ibid.,
h.13, lihat pula Supiana dan M. Karman, Ulumul Quran dan Pengenalan
Metodologi Tafsir (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), h.321
[11] Ibid.,
h.22-24
[12] Ibid.,
h.24-27
[13] Ibid.,
h. 31
[14] Ibid.,
h. 65
[15] Ibid.,
h.142-143
[16] Ibid.,
h.143-144
[17] Ibid.,
h.151
[18] Ibid.,
h. 165-167
[19] Ibid.,
h. 168
Post a Comment