Bismillah wal hamdulillah was shalaatu was salaamu 'ala Rasuulillah
Hak dan kewajiban suami terhadap istri
Jika kita
melihat realita yang terjadi sekarang ini mungkin kita akan kaget dan
tercengang dengan kondisi yang ada di zaman sekarang ini, atau mungkin hal ini
kita anggap suatu hal yang wajar – wajar saja karena kita telah mendengarnya
setiap hari. Hal yang dimaksudkan di sini adalah keadaan suami-istri di
Indonesia ini. Mungkin kita tidak melihat secara langsung rumah ke rumah dari
setiap rumah tangga yang ada di Indonesia ini, akan tetapi kita bisa melihat ke
media massa yang beredar di Indonesia tentang permasalahan yang terjadi yang
berkaitan dengan rumah tangga. Maka di sana akan kita lihat peristiwa –
peristiwa yang membuat kita mengusap dada, peristiwa – peristiwa itu seperti
KDRT ( Kekerasan dalam rumah tangga) dimana suami berbuat kasar kepada istri
dengan tindakan apa saja yang suami mau lakukan, banyaknya TKW[1] (
tenaga kerja wanita ) yang bekerja di luar negri, terdapat kasus – kasus
tentang seorang istri yang tega membunuh suaminya sendiri, dll. Tentunya
peristiwa – peristiwa tersebut menjadi perhatian kita semua sebagai umat islam.
Sehingga akan timbul dalam diri kita pertanyaan, kenapa hal – hal tersebut bisa
terjadi? Padahal telah telah kita ketahui bersama bahwa salah satu tujuan dari
suatu pernikahan adalah terwujudnya kehidupan yang sakinah, mawaddah wa rahmah
hal ini didasarkan pada Firman Allah Ta'ala pada surah Ar-Rum ayat 21 :
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ
أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ [الروم : 21]
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir".
Selain itu telah dirumuskan pula dalam kompilasi hukum Islam pada
Buku I Hukum Perkawinan, Bab II tentang Dasar – dasar Perkawinan Pasal 3
menyebutkan bahwa, Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Namun bila kita melihat realita yang ada tadi tentunya hal ini
menjadi dua hal yang bertolak belakang. Lalu apakah permasalahannya? Tentunya
permasalahannya bukan pada pernikahannya, akan tetapi terdapat pada salah satu
komponen yang ada di dalam pernikahan tersebut yang tidak dapat menjalankan
fungsinya terhadap suatu system yang disebut dengan pernikahan. Komponen yang
dimaksudkan adalah suami dan istri dan yang paling mendekati di sini adalah
suami dimana sumi sebagai kepala keluarga dan pemimpin rumah tangga tidak
menjalankan kewajiban – kewajibannya dengan baik sehingga timbul kejadian –
kejadian seperti yang telah kami sebutkan di atas.[2]
Maka di sini perlu disebutkan kewajiban – kewajiban dari seorang
suami kepada Istrinya. Kewajiban – kewajiban itu adalah sebagai berikut :
Kewajiban suami terhadap
istri dibagi menjadi 2 :
1. Kewajiban Suami yang bersifat kebendaan atau materiil
Kewajiban suami yang bersifat materiil meliputi kewajiban yang
bersifat sekali saja dan ada yang terus menerus diberikan, kewajiban yang
pertama adalah kewajiban suami untuk memberikan mahar, dimana mahar tersebut
juga termasuk dalam rukun pernikahan. Hal inii didasarkan pada Firman Allah
Ta'ala Surah An-Nisa : 24
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا
مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ
ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ
بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا
حَكِيمًا [النساء : 24]
"Dan
(diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang
kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.
dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang
Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka
maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa
bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana".
Sedangkan kewajiban yang bersifat materiil yang kedua ( yang
bersifat terus menerus dan istimrar ) adalah pemberian nafkah kepada istri,
dimana di sini suami wajib memberikan kebutuhan – kebutuhan baik sandang (
berupa pakaian yang pantas dan dapat digunakan untuk menutup aurat bagi istri ),
pangan ( pemberian makanan sehari – hari ), papan ( tempat tinggal untuk
berteduh dan juga kelengkapannya ) dan juga pengobatan ( untuk menjaga
kesehatan dan pengobatan di saat sakit ). Hal – hal ini didasarkan pada firman
Allah Ta'ala pada Surah Al-Baqarah : 233
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ
حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ
لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا
وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى
الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ
فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ [البقرة : 233]
"Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian
kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan
Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan".
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ
وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ
اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا [الطلاق
: 7]
"Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang
disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan"
Dan dalam hadits :
عَنْ حَكِيمِ بْنِ مُعَاوِيَةَ الْبَهْزِيِّ، عَنْ
أَبِيهِ رضي الله عته قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا
حَقُّ زَوْجِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ ؟ قَالَ: " تُطْعِمُهَا إِذَا أَكَلْتَ، وَتَكْسُوهَا
إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ، وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا
فِي الْبَيْتِ
Dari Hakim bin Mu'awiyah Al-Bahzy dari Bapaknya ra. Dia berkata :
Aku Berkata : Wahai Rasulullah Apakah haq istri kami? Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda : "Kamu memberi ia makan apabila engkau
makan, engjau memberinya pakaian apabila egnkau berpakaian, janganlah kau
memukul wajahnya dan jangan kau menjelekkannya, dan jangan kau menghardiknya
kecuali di rumah". HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasaa'I, Dan Ibnu Majah.
Dan masih banyak dalil – dalil lain yang menyebutkan tentang
kewajiban suami yang bersifat materiil.
2. kewajiban suami yang bersifat bukan kebendaan atau immaterial.
Kewajiban suami yang bersifat immaterial yang harus diberikan
kepada istri adalah sebagai berikut :
Dalam Surah An-Nisa : 19, Allah TA'ala telah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ
لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ
مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ
اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرً [النساء : 19]
"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksaaan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah
dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan
padanya kebaikan yang banyak".
Dalam buku Hukum Perkawinan Islam KH. Azhar Basyir, MA. Menyatakan
bahwa dalam ayat ini terdapat hak – hak istri yang bersifat immaterial yang
harus ditunaikan suami, atau dalam kata lain kewajiban suami yang harus
ditunaikan yaitu bahwa suami harus menggauli istri dengan makruf dan bersabar
dalam hal – hal yang tidak disenangi.
Sedangkan menggauli istri dengan ma'ruf beliau membaginya menjadi
tiga :
a)
Sikap menghargai, menghormati, dan perlakuan – perlakuan yang baik,
serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang – bidang agama, akhlaq, dan imu
pengetahuan yang diperlukan.
b)
melindungi dan menjaga nama baik istri
c)
memenuhi kebutuuhan kodrat ( hajat ) biologis istri.
Hal – hal tersebut didasarkan pada Ayat Alqur'an Surah At-Tahrim :6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا ..... الاية [التحريم : 6]
"Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka".
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ
أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ
مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ [البقرة : 223]
.
"Isteri-isterimu
adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang
baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu
kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman".
Hal – hal di atas disandarkan pula terhadap hadits – hadits[3]
sebagai berikut :
حدّثنا أبو كُرَيبٍ و موسى بن حِزامٍ
قالا: حدَّثَنا حسينُ بن عليٍّ عن زائدةَ عن مَيسَرةَ الأشْجَعيِّ عن أبي حازمٍ عن
أبي هريرةَ رضيَ الله عنه قال: قال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «استَوصوا بالنساءِ،
فإِن المرأَةَ خُلقِتْ من ضِلَع، وإِن أعْوَجَ شيءٍ في الضلَع أعلاه، فإِن ذهبتَ تقيمه
كَسَرْته، وإِن ترَكتَه لم يَزَل أعْوَج، فاستوصوا بالنساء».
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Bersikap baiklah kamu terhadap istri karena wawanita itu
diciptakan dari tulang rusuk, sedangkan tulang rusuk yang paling bengkok adalah
tulang rusuk yang paling atas, apabila kamu menginginkan untuk meluruskannya
maka ia akan patah, dan apabila kamu biarkan maka akan tetap bengkok, maka
bersikap baiklah kamu terhadap para istri". HR al-Bukhari (no.3261) Dari Abu Hurairah.( Dalam riwayat
Musli juga terdapat semisal itu (no.3602))
حدّثنا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ:
حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ عَنْ عُمَرَ بْنِ حَمْزَةَ الْعُمَرِيِّ. حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَـٰنِ بْنُ سَعْدٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ ، يَقُولُ:
قَالَ رَسُولُ اللّهِ : «إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ ، ثُمَّ يَنْشُرُ
سِرَّهَا».
Rasulullah Shallallhu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya
orang yang termasuk paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat
adalah seorang laki – laki yang mengumpuli istrinya kemudian ia menyebarkan
rahasianya". HR. Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudry
Selain itu dalam Kompilasi hukum Islam juga telah disebutkan
tentang Kewajiban – kewajiban suami pada BAB XII Tentang Hak dan Kewajiban
Suami Istri pada Bagian Ketiga tentang Kewajiban Suami Sebagai berikut :
Pasal 80
(1)
Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya, akan
tetap mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh
sumai isteri bersama.
(2)
Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga
sesuai dengan kemampuannya
(3)
Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar
pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
(4) sesuai dengan penghasislannya suami menanggung :
a.
nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b.
biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi
isteri dan anak;
c.
biaya pendididkan bagi anak.
(4)
Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4)
huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.
(5)
Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
(6)
Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri
nusyuz.
Bagian Keempat
Tempat Kediaman
Pasal 81
(1)
Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan
anak-anaknya atau bekas isteri yang masih dalam iddah.
(2)
Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri
selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
(3)
Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya
dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman
juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata
dan mengatur alat-alat rumah tangga.
(4)
Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta disesuaikan dengan
keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah
tangga maupun sarana penunjang lainnya.
Oleh karena hal – hal di atas mengenai kewajiban – kewajiban suami
terhadap istri maka tentunya peristiwa – peristiwa tersebut tidak kan terjadi,
tapi tentunya juga harus ada keseimbangan antara pelaksanaan kewajiban suami
dan istri sehingga tercipta kehidupan yang sakinah mawaddah dan rahmat[4].
Wallahu a'lam.
[1] Penulis memasukkan
permasalahan ini dikarenakan sebenarnya pemberian nafkah adalah kewajiban suami
seperti yang akan disebutkan pada pembahasan berikutnya akan tetapi di
Indonesia kebanyakan wanita yang bekerja di luar negri adalah wanita dan hal
ini dianggap tidak sesuai dengan kewajiban – kewajiban yang harus ada di dalam
rumah tangga. Wallahu a'lam.
[2] Bukan berarti penulis
menyudutkan seorang suami dalam rumah tangga, akan tetapi kebanyakan hal – hal
tersebut ( KDRT ) dan hal – hal lain seperti wanita harus bekerja , hal – hal
tersebut sebagian besar dilakukan oleh suami dan kekurang mampuan suami
menjalankan perannya dalam rumah tangga.
[3] Untuk dasar – dasar hadits
sebagian diambilakan dari kita subulus sallam pada kita nikah bab pergaulan
terhadap istri. Walaupun penulis tidak mengambil semua haditsnya dimana di sana
terdapat banyak hadits – hatis yang menyebutkan tentang pergaulan yang baik
terhadap istri.
[4] Seperti yang telah
dikatakan penulis bahwa untuk terwujudnya rumah tangga yang sakinah mawadda dan
rahmat tentunya juga harus ada keseimbangan pemenuhan hak dan kewajiban suami
dan istri tidak hanya suami saja seperti yang telah disebutkan dalam pembahasan
ini.
Post a Comment